Rabu, 22 April 2009

Misteri Gajah Laut di Museum Daik




Museum mini Linggam Cahaya di Daik, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, menyimpan banyak benda dan aset budaya peninggalan Kesultanan Lingga, Riau. Mulai dari uang dari berbagai negara, senjata, perabotan rumah tangga sultan, sampai buku-buku dan tulisan.

Saat mengamati isi museum, mata pengunjung biasanya akan cepat tertuju pada tumpukan kerangka tulang belulang. Tulang belulang itu diperkirakan merupakan kerangka gajah laut yang terdampar di sebuah pantai di Kabupaten Lingga.

Nama itu memang hanya diberikan masyarakat setempat karena kerangka satwa langka itu mirip gajah dan memiliki dua gading. Sayangnya, tumpukan tulang itu terkesan tidak terawat dan belum ditangani secara semestinya. Jangankan diawetkan, bagian tubuh seperti alat kelamin, bahkan hanya dibungkus dengan plastik dan masih berbau.

Satwa langka ini terdampar di Pantai Dungun, Kecamatan Lingga Utara, sekitar seminggu setelah tsunami Aceh," Tanggal 13 Januari 2005 binatang itu ditemukan masyarakat dalam keadaan mulai membusuk. Masyarakat mengenal satwa laut langka itu sebagai gajah mina atau gajah laut. Ia menambahkan, setelah ditemukan masyarakat, sebagian tubuh satwa laut itu sempat mereka ambil.Sebagian tulang belulang itu hendak dijual oleh penduduk meski akhirnya sebagian besar tulang belulang itu dapat dikumpulkan dan diselamatkan Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lingga.


Satwa yang tersimpan di dalam museum mini Linggam Cahaya itu memang masih menjadi misteri. Ada dugaan bahwa satwa itu merupakan satwa langka yang terdampar dan mati di perairan Laut China Selatan. Satwa itu memiliki panjang 14 meter dengan dua gading atau tanduk dengan panjang masing-masing 2,40 meter.

Dari catatan museum mini Linggam Cahaya terungkap, panjang satwa laut langka dari pangkal ekor sampai kepala mencapai 12,40 meter, panjang pangkal ekor sampai ujung ekor 1,80 meter, panjang gading 2,40 meter, tebal kulit 10 sentimeter, panjang sirip bawah 78 cm, dan lebar sirip bawah 47 cm. Di tengah upaya kita memperkenalkan kebudayaan Indonesia, khususnya Melayu, akan lebih lengkap bila museum mendapat perhatian lebih besar dibandingkan sekarang. Semua terpulang kepada kita, apakah mau menghargai peninggalan sejarah atau membiarkan itu sebagai sesuatu yang sia-sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar